Biology

#Genetika: Pengertian dan Ruang Lingkup

Komentar Lihat Foto
britannica.com
Ilustrasi pengertian genetika
Penulis: Serafica Gischa
 | 
Editor: Serafica Gischa

KOMPAS.com - Genetika saat ini sudah tumbuh dan terus berkembang seiring zaman.

Ilmu genetika pun terus berkembang sangat pesat, banyak penelitian sudah terbukti memengaruhi kehidupan sehari-hari.

Dalam buku Genetika (2015) karya Elya Nusantari, gen berperan dalam menentukan kehidupan seluruh makhluk hidup di muka Bumi.

Genetika adalah cabang biologi yang menyangkut dengan pewarisan sifat (hereditas) dan variasi.

Pengertian genetika adalah cabang biologi yang berhubungan dengan pewarisan sifat dan ekspresi sifat-sifat menurun.

Seiring berkembanganya zaman, definisi genetika merupakan ilmu yang menganalisis unit keturunan dan perubahan pengaturan dari berbagai fungsi fisiologis yang membentuk karakter organisme.
Unit keturunan disebut gen yang merupakan suatu segmen DNA yang nukleotidanya membawa informasi karakter biokimia atau fisiologis tertentu.

Ruang lingkup genetika

Konsep genetika berkembang dari ilmu yang membahas tentang bagaimana sifat diturunkan menjadi lebih luas, yakni ilmu yang mempelajari tentang materi genetik.

Secara luas, genetika membahas mengenai:

  1. Strukturmateri genetik, meliputi gen, kromosom, DNA, RNA, plasmid, episom, dan elemen tranposabel.
  2. Reproduksi materi genetik, meliputi reproduksi sel, replikasi DNA, dan lainnya.
  3. Kerja materi genetik, meliputi ruang lingkup materi genetik, transkripsi, kode genetik dan lainnya.
  4. Perubahan materi genetik, meliputi mutasi dan rekombinasi
  5. Genetika dalam populasi
  6. Perekayasaan materi genetik

Kedudukan genetika dalam biologi

Genteika adalah bagian dari biologi. Sehingga dalam genetika ditemukan kerangka berpikir yang menjelaskan keanekaragaman kehidupan maupun proses-prosesnya.

Sedangkan hubungan antara genetika dan taksonomi pada tingkat apa pun menjadi satu kegiatan taksonomi berhubungan dengan pengelompokan terhadap keanekaragaman.

Keanekaragaman makhluk hidup bersangkut-paut dengan mutasi, rekombinasi, reproduksi, seksual maupun kejadian genetik yang lain.

Cabang-cabang biologi lain yang tidak dikemukakan di sini juga berhubungan dengan genetika, karena genetika adalah inti dari biologi.


#Nucleoprotein Virus Rabies Isolat Indonesia

Penyakit Rabies merupakan salah satu penyakit yang menjadi sorotan di Indonesia. Berdasar data dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, selama periode 2011-2017 tercatat lebih 500,000 kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) terjadi di Indonesia. Dari jumlah tersebut 836 kasus dinyatakan positif terhadap Rabies (depkes.go.id, diakses 1 Agustus 2019).

Penyakit Rabies yang merupakan penyakit zoonosis belum bisa ditanggulangi sampai saat ini. Hal ini diduga karena Virus Rabies yang bersirkulasi di Indonesia berbeda dengan seed vaksin Rabies yang selama ini dipakai (Susetya dkk., 2011). Kondisi ini menimbulkan tidak terbentuknya antibodi yang mampu menetralisir virus yang menginfeksi dengan sempurna.

Virus Rabies memiliki lima protein struktural, yaitu Nukleoprotein (N), protein Matrix (M), Phospoprotein (P), protein Polimerase (L), dan protein amplop Glikoprotein (G) (Fenner, 2011). Nukleoprotein merupakan salah satu protein struktural Virus Rabies yang berperan dalam replikasi virus dan induksi antibody.

Nukleoprotein diketahui memiliki empat antigenic siteAntigenic site I dan IV disusun oleh linear epitope, sedangkan antigenic site II dan III disusun oleh conformation-dependent epitopes (Hideo dkk., 2000; Suwarno, 2005). Antigenic site ini berperan dalam induksi antibody. Analisis molekuler pada Nukleoprotein Virus Rabies isolate Indonesia perlu dilakukan sebagai salah satu cara menentukan strategi yang tepat penanggulangan Penyakit Rabies di Indonesia.

Sampel berupa otak dikoleksi dari anjing yang sudah terkonfirmasi terinfeksi Virus Rabies dari Sumatera (Balai Penelitian dan Penyidikan Veteriner Regional II Bukittinggi-Sumatera), Kalimantan (Balai Penelitian dan Penyidikan Veteriner Regional V Banjarbaru-Kalimantan), Sulawesi (Balai Besar Veteriner Maros-Sulawesi), dan Bali (Balai Besar Veteriner Denpasar). Sebanyak 12 sampel di isolasi dari keempat pulau tersebut. Masing-masing sampel dibuat suspensi dengan konsentrasi 10 persen.

Suspensi yang telah dibuat diproses untuk ekstraksi RNA. RNA yang sudah diekstraksi diamplifikasi melalui Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) (Hideo dkk., 2000). Primer yang digunakan mengamplifikasi antigenic site dari gen pengkode Nukleoprotein dengan berat 1047 bp (nukleotida 71-1118) (Yang dkk., 2011).

Hasil dari amplifikasi kemudian di proses pada 1 persn gel agarose elektroforesis untuk memastikan primer yang digunakan mengamplifikasi region yang ditargetkan. Hasil elektroforesis diamati dibawah sinar ultraviolet dengan panjang gelombang 302 nm (Suwarno, 2005; Sambrook dan Russel, 2001). Produk RT-PCR dipurifikasi kemudian dilakukan sequencing.

Hasil sequencing diproses untuk analisis homologi, filogenetik dan mutasi (pada daerah antigenic site). Analisis homologi dan filogenetik dilakukan menggunakan Basic Local Alignment Search Tool of NCBI (http://www.ncbi. nlm.nih.gov) dan MEGA 5.05 (metode N-J branched chain method) untuk mengetahui karakteristik virus rabies yang di isolasi. Analisis homologi dan filogenetik dilakukan dengan membandingkan sampel dengan Virus Rabies yang berada di negara Asia lainnya seperti Indonesia, Cina, Thailand, India, Korea dan virus seed vaksin (Pasteur). Analisis pada bagian antigenic site dari sampel dilakukan guna mengetahui kemungkinan adanya mutasi.

Hasil deteksi molekuler menunjukkan bahwa semua sampel yang diisolasi adalah Virus Rabies. Hasil analisis homologi antara sampel dengan Virus Rabies di Indonesia adalah 98-99%. Hal ini menunjukkan bahwa virus yang di isolasi tidak mengalami banyak perubahan dibandingkan Virus Rabies yang sudah diisolasi sebelumnya.

Homology score antara sampel dengan Virus Rabies dari Cina adalah 92-93 persen, sementara hasil homology score antara sampel dengan Virus rabies dari Thailand, India, Korea dan Virus Pasteur masing-masing adalah 88-89 persen, 86-88 persen, 85-87 persen, dan 84-85 persen. Analisis filogenetik menunjukkan bahwa Virus Rabies yang diisolasi di Indonesia dengan Virus Rabies yang diisolasi di Cina berbagi leluhur yag sama.

Hal ini menyebabkan homology score antara isolat Virus Rabies di Indonesia dan Virus Rabies di Cina tinggi. Sementara itu antara isolate Virus Rabies Indonesia dan Virus Pasteur tidak berbagi leluhur yang sama sehingga homology score nya cukup rendah. Perbedaan pada homology score ini diduga karena rapid mutation dan lack of proofreading pada replikasi virus RNA.

Selain itu kondisi lingkungan juga memicu terjadinya mutasi (Knipe dan Howley, 2013). Belum diketahui penyebab kenapa Virus Rabies Indonesia berbagi leluhur yang sama dengan Virus Rabies dari Cina. Hal ini diduga karena migrasi manusia dari Cina ke Indonesia. Kondisi ini juga terjadi pada penyebaran Virus Rabies di Indonesia.

Perpindahan manusia dan Hewan Pembawa Rabies (HPR) antar pulau diduga menjadi sarana penyebaran Penyakit Rabies di Indonesia. Analisis antigenic site dari Nukleoprotein menunjukkan hanya terjadi satu mutasi pada antigenic site ke IV antara salah satu isolate dari Bali dengan Virus Pasture.

Hal ini menunjukkan bahwa antigenic site dari Nukleoprotein adalah conserved. Studi yang sudah dilakukan menunjukkan bahwa Nukleoprotein dari Virus Rabies cukup stabil, tapi kemungkinan terjadinya mutasi dan evolusi tetap ada (Nagaraja dkk., 2018). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah penyebaran Penyakit Rabies adalah penggunaan isolat lokal sebagai seed vaksin. Hal ini dikarenakan antibodi yang dihasilkan akan mampu menetralisir Virus Rabies yang menginfeksi dengan sempurna. (*)

Penulis: Dr. Jola Rahmahani M.Kes., drh.


#DNA dan RNA


Sejarah Tercipta, Ilmuwan Temukan Struktur DNA Baru dalam Sel Manusia

Selasa, 24 April 2018 | 20:31 WIB

KOMPAS.com - Pada 1953, Rosalind Franklin, James Watson, dan Francis Crick menemukan struktur DNA bengkok yang dikenal dengan Struktur double helix (untai ganda).

Saat diamati dengan mikroskop elektron tingkat tinggi, struktur double helix pada DNA terlihat seperti dua pita yang terpilin. Biasanya salah satu "pita" diberi warna biru dan lainnya berwarna merah. Temuan struktur double helix pada DNA seperti semacam keajaiban yang mengungkap banyak misteri kode genetik.

Setelah lebih dari setengah abad, kini para ilmuwan untuk pertama kalinya mengumumkan telah berhasil mengidentifikasi keberadaan struktur DNA lain yang lebih terlihat rumit dari double helix ada di dalam sel manusia.

Dalam temuan yang dipublikasikan jurnal Nature Chemistry, Senin (23/4/2018), struktur DNA yang dinamai " i-motif" itu memiliki empat untaian. Tim peneliti meyakini i-motif memainkan peran penting terkait bagaimana DNA diekspresikan.

Dalam penelitian laboratorium sebelumnya, sebenarnya ilmuwan dapat menemukan keberadaan i-motif yang memiliki bentuk kusut. Namun, para ilmuwan tidak pernah berhasil membuktikan bahwa DNA ini ada di dalam sel manusia. Ini adalah temuan pertama yang menemukan keberadaan i-motif dalam sel-sel hidup.

Hal tersebut ditemukan oleh tim peneliti dari Garvan Institute of Medical Research, Australia.

"Saat sebagian besar dari kita berpikir tentang DNA, mungkin pikiran kita akan melayang ke double helix. Dari penelitian ini, kami ingin mengingatkan lagi bahwa ada struktur DNA yang benar-benar berbeda dari sebelumnya dan hidup di sel kita," kata Profesor Daniel Christ, ahli biologi molekuler yang memimpin penelitian ini, dilansir The Independent, Selasa (24/4/2018).

Dalam laporannya, Christ menjelaskan untaian DNA double helix terdiri dari pasangan basa. Pondasi double helix adalah zat basa yang meliputi adenin, timin, sitosin, dan guanin.

Secara umum, struktur molekul berasal dari ikatan adenin dengan timin, dan ikatan sitosin dengan guanin. Namun, hal ini tidak terjadi pada i-motif.

" I-motif adalah "pita" DNA dengan empat untaian. Dalam struktur simpul, huruf C (cytosine) pada untaian DNA yang sama mengikat satu sama lain. Hal inilah yang membedakan dengan double helix, di mana "huruf" pada untaian berlawanan saling berkaitan satu sama lain, seperti Cs (cytosine) berikatan dengan Gs (guanine)," terang rekan peneliti profesor Marcel Dinger.

Menemukan simpul DNA rumit di sel manusia

Untuk menemukan simpul DNA yang rumit di sel manusia, para ilmuwan merancang alat penyelidik mini yang bisa mengenali simpul DNA.

Alat deteksi ini berbasis antibodi, yakni molekul berbentuk Y yang mengikat zat tertentu. Dalam hal ini antibodi direkayasa sehingga mampu menempel ke i-motif dan tidak bisa menempel ke bentuk DNA lainnya.

Para ilmuwan juga membuat alat deteksinya berwarna hijau neon terang agar lebih mudah memantau di mana persisnya i-motif berada di dalam sel.

Tiga sel manusia yang berbeda dijadikan sampel untuk penelitian. Dari sini, para ilmuwan berhasil mengidentifikasi bintik-bintik hijau neon yang muncul di nukleus atau inti sel pada setiap sampel.

"Sangat menggembirakan ketika kami dapat melihat bintik hijau. Motif ini muncul dan menghilang seiring waktu, jadi kami tahu mereka bergabung, hilang, dan bergabung lagi," ujar rekan peneliti lain, Dr. Mahdi Zeraati.

"Dugaan kami, muncul dan hilangnya motif itu adalah petunjuk atas apa yang mereka lakukan. Sepertinya mereka di sana untuk membantu mengaktifkan atau menonaktifkan gen dan juga memengaruhi sebuah gen dapat dibaca atau tidak," imbuh Zeraati.

Sifatnya ini diduga yang menjadi alasan kuat mengapa motif DNA ini sulit ditemukan di sel hidup.

"Temuan ini akan mendorong kita untuk memahami seperti apa bentuk DNA yang baru ini sebenarnya. Hal ini akan sangat berdampak untuk mempelajari kesehatan dan penyakit manusia," tutup Profesor Dinger.

Komentar